Sini, Fem ! Gabung sama kami." Seru Mbak Nita sembari melambaikan tangannya ke arahku.
Aku mendekati mereka sembari tersenyum. Sedang ibu hanya memandangiku yang kelelahan.
"Barusan ada telepon gelap. Isinya ancaman. Katanya, mata-mata kita yang ada di Bu Anggun akan mereka bunuh. Ibu paham maksudnya apa ?" Tanyaku pada ibu.
Ibu terlihat sedikit terkejut lalu air mukanya kembali tenang.
"Mata-mata ibu ya Nita ini. Dan mungkin akan muncul lagi seorang." Jawab ibu.
Aku mengerling pada ibu. Seorang mata-mata lain akan muncul ? Siapakah sosok yang akan muncul itu ?
"Oh ya, Nit. Bagaimana kabar Koco ?"
Ibu memandang cemas pada Mbak Nita. Sedang Mbak Nita membetulkan letak duduknya lalu badan agak dicondong ke depan.
"Sepertinya dia sudah menemukan apa yang selama ini mama sembunyikan. Hanya masalah waktu saja dia akan merapat ke pihak kita. Yang pasti dia sedang syok. Beberapa kali dia terlihat agak menjaga jarak dengan mama." Jelas Mbak Nita setengah berbisik.
"Mbak Nita ke sini sama siapa ?" Tanyaku setelah ingat ada sosok mencurigakan di depan sana.
"Sama intel sewaanku. Masihkah dia berjaga di luar ? Itu tuh yang pakai jaket hitam."
"Ohhh yang pakai topi warna coklat itu ?" Tanyaku.
"Iya, betul."
Aku mengehela nafas lega. Aku takut dia anak buah Bu Anggun. Mbak Nita sedang asyik memainkan ponselnya hingga mendadak dia berdiri dengan mata melotot.
"Fem ! Kamu sudah baca ini ?" Kata Mbak Nita sembari mengarahkan ponselnya ke arahku.
"Hah ?? Apa maksudnya ini ?" Tanyaku tak mengerti.
"Tahu Pak Yusuf, bloger kuliner ternama nasional ? Dia ingin menantang mama juga kamu untuk duel terbuka membuat roti . Katanya ini adalah salah satu cara untuk membuktikan siapa penjiplak dan pemilik asli dari resep roti kalian. Wow ... gak nyangka banget akan menuai reaksi begini dahsyat dari bloger terkenal. Bagaimana, Fem ?"
"Aku terserah ibu." Jawabku datar.
"Apa Anggun sudah menerima tantangan ini ?" Tanya ibu.
"Tampaknya mama belum menjawab. Ini momentum kalian. Aku yakin saat kalian menerima tantangan ini, mama pun tak akan bisa mundur. Ini pernyataan perang kita pada mereka !" Kata Mbak Nita berapi-api.
Ibu mengangguk padaku. Rupanya tantangan terbuka ini diterimanya dengan senang hati.
"Bagi link-nya. Aku mau menjawab tantangan ini." Kataku bersemangat.
Dan dalam waktu singkat Fem-Nur Bakery menyatakan kesanggupannya untuk duel terbuka dengan Anggun Bakery. Dan komentarku itu langsung mendapat respon luar biasa dari warganet. Tapi lama kami menunggu, pihak Anggun Bakery masih bungkam. Aku yakin Bu Anggun sedang kebakaran jenggot sekarang. Lalu setelah agak lama menunggu, sebuah jawaban muncul di sana. Anggun Bakery menyatakan kesediaannya untuk berduel. Kami bertiga melonjak-lonjak bahagia. Bertiga kami membahas strategi untuk menghadapi Bu Anggun.
"Jadi ... bisa dikatakan, mama tak pernah ikut membuat roti. Dia hanya memegang sesekali manakala chef utama kami sedang cuti. Nah karena ini duel berpasangan, kemungkinan pasangan mama adalah Chef Arya."
"Kalau Bu Anggun tak pernah mengadon, darimana Chef Arya itu belajar resep roti yang sangat sulit itu ?" Tanyaku penasaran.
"Chef Arya itu profesional yang sangat mumpuni. Setahuku dia mempunyai basic dunia roti yang kuat. Jadi hanya bermodal buku resep yang telah mama curi dari ibuk, dengan mudah Chef Arya mempelajarinya."
"Bisa aku bayangkan betapa repotnya Anggun bila kehilangan Arya itu. Lalu adakah chef lain yang bisa diandalkan selain Arya itu ?" Tanya ibuku.
"Hampir bisa dikatakan tidak ada. Yang lain hanya membantu saja. Tak ada yang tahu cara membuat roti dari awal." Jawab Mbak Nita.
"Lalu resep roti apa yang akan kita bawakan ?" Tanyaku bingung.
"Ibu tahu, Nak. Ada satu resep yang Anggun tahu tapi tidak ada di daftar roti Anggun Bakery. Kita buat itu dan dua resep roti andalan Anggun Bakery. Bagaimana ?"
Aku dan Mbak Nita mengangguk-angguk setuju.
~~~~
Aku menghela nafas dalam. Mengosongkan paru-paruku dan mengganti dengan udara yang segar. Duel berpasangan ini dilaksanakan di area taman terbuka dengan latar belakang pemandangan pegunungan yang berderet rapi. Setidaknya suasana nan asri ini bisa membuat hatiku lebih tenang. Maklum inilah kali pertamaku membuat roti di depan umum setelah tanganku hancur.
Wara-wiri awak media lokal maupun nasional sibuk dengan persiapan masing-masing. Beberapa kamera siaran langsung pun berderet rapi di depan panggung minimalis. Di sana terdapat dua meja panjang dengan segala peralatan untuk kami membuat roti. Jantungku tak karuan manakala melihat panggung itu. Perasaanku sangat gugup mengingat itu bukan hanya sekedar panggung bagiku. Tapi medan perang.
Dari kejauhan aku melihat Bu Anggun telah tiba di lokasi. Dia mengenakan baju putih khas chef profesional. Berbanding terbalik dengan penampilan kami yang "merakyat". Ibu memakai hijab, sedang aku hanya memakai ikat kepala dan berkaos sederhana. Ini bukan ajang perang penampilan tapi perang keterampilan. Mata sinis Bu Anggun sungguh mengintimidasi. Tapi aku dan ibu sudah membulatkan tekad.
"Tolong untuk kedua peserta duel terbuka berpasangan, silahkan menyiapkan diri masing-masing pada tempat yang sudah dipersiapkan." Kata seorang kru.
"Aturan mainnya adalah di sini kami mengundang 50 orang juri dari berbagai kalangan dan latar belakang. Mereka yang akan mencicipi roti dari masing-masing peserta dan menilai dengan memasukkan kode peserta ke dalam toples ini. Dan setiap peserta wajib membuat dua macam roti yang akan kami undi sebentar lagi. Selain dua macam roti yang telah ditentukan, peserta wajib membuat roti dengan varian baru sebagai resep roti inovatif. Dan untuk roti inovatif ini, peserta bebas memilih dan menentukan resep sendiri. Jadi nilai maksimal untuk peserta adalah 150 poin untuk tiga macam roti. Sekian infonya." Kata kru yang tadi.
"Dan Pak Yusuf selaku penggagas acara duel terbuka berpasangan antara Anggun Bakery dan Fem-Nur Bakery, telah menentukan roti apa yang akan dibuat. Dan inilah jenis rotinya. Roti yang pertama adalah roti susu dengan isian coklat lumer dan susu. Sedang yang kedua adalah roti sobek dengan isian 5 variasi yaitu ayam, daging, coklat, kacang hijau dan selai stroberi. Untuk itu, waktu akan dimulai pada hitungan ketiga. Satu ... dua ... tiga ! Silahkan dimulai !"
Aku dan ibu cukup santai. Kedua roti itu adalah roti andalan kami. Setiap hari kami membuatnya. Tentu itu bukan hal yang terlalu sulit. Tapi kami tak boleh gegabah. Bu Anggun dan Chef Arya merupakan saingan yang berat. Tak seharusnya kami meremehkan mereka. Tangan dan pikiran kami fokus ke adonan. Setiap resep, kami harus membuat sekitar 55 buah roti. Tentu saja roti yang 5 itu adalah roti cadangan. Silih berganti kami membuat adonan.
Dan selesailah kami membuat dua macam roti tadi. Dan kami melaluinya dengan lancar. Dan bisa dibilang sukses. Aku melirik Bu Anggun. Walau terlihat agak kerepotan akhirnya mereka rampung juga. Dan inilah saat mendebarkan kami. 50 orang yang hadir kini muli berbaris di depan meja. Tumpukan roti yang masih mengepul hangat mulai berkurang satu persatu. Dan hatiku begitu bahagia manakala 5 roti yang aku siapkan untuk cadangan ternyata ikut ludes juga. Aku tersenyum senang.
Satu persatu para juri memasukkan suaranya ke toples penilaian. Dalam hati aku menghitung berapa banyak nilai yang ku kumpulkan. Tapi hatiku berakhir dengan kecewa. Dari 100 nilai, aku dan ibu mendapat total nilai 41. Itu berarti pihak Bu Anggun mendapatkan suara 59. Selisih yang cukup besar. Dan entah kenapa melihat senyum kemenangan Bu Anggun membuatku terpuruk.
"Tetaplah jaga semangatmu. Ini bukanlah akhir. Lihatlah, bersaing dengan toko yang sudah memiliki nama besar jarak selisih kita sudah cukup bagus. Itu berarti kehadiran kita sebagai pebisnis baru di ladang dunia roti ini sudah terbilang sukses. Jangan berkecil hati. Kita belum kalah. Ibu yakin di resep ketiga ini, kita akan menang telak." Kata Ibuku dengan tatapan mata penuh kepercayaan diri.
Melihat semangat ibu yang masih membara, aku menjadi lebih bersemangat sekarang. Aku harus bisa menjadi partner yang hebat untuk ibu. Kalau kami kalah, setidaknya kami kalah dengan terhormat.
Babak kedua kini akan di mulai. Aku melihat ibu mengeluarkan jamur dan sayuran dari bawah meja. Dengan sedikit heran aku melihat dia sibuk membuat isian untuk roti ketiga kami. Dan aku masih bertugas untuk membuat adonan. Bau harum dari sayuran dan jamur itu sungguh menggugah selera. Setelah selesai membuat isian, ibu menurunkan oven. Lalu dia menyalakan kompor. Diratakannya adonan rotiku dengan membuat setengah lingkaran. Lalu dengan sigap, ibu mulai memberi adonan itu isian. Aku hanya memandang heran. Ibu membuat roti dengan isian sayur dan jamur tiram. Sungguh terasa asing bagiku. Aku melirik meja sebelah. Di sana menguar aroma roti yang harum . Sedang ibuku bukannya memasak dengan oven. Melainkan dengan dipanggang di atas panggangan dari tanah. Aroma roti yang agak sedikit terbakar itu kini berubah menggugah selera. Aku menelan saliva, ada rasa lapar yang menyelimuti perutku. Sarapanku tadi pagi bagaikan tersedot oleh aroma roti panggang ibu. Beberapa wartawan pun sibuk memotret dan mengambil video ibu.
"Kalau boleh tahu, roti apa yang sedang Anda buat, Bu Femnur ?" Tanya seorang juri.
"Ini adalah roti legendaris di hidup saya. Namanya adalah Roti Isi Kenangan." Kata Ibu pelan.
"Waaaaah ... nama yang sangat unik. Kalau boleh tahu apa yang membuat Anda menamainya demikian ?" Tanya wanita itu lagi.
"Ini adalah roti yang selalu saya buat untuk adik saya. Setiap kali dia pulang dari kebun, roti ini selalu saya sediakan untuk dia. Berdua kami duduk di depan tungku api sembari memanggang roti dengan menggunakan genteng tanah liat. Sembari menunggu roti matang, kami berdua bersenda gurau sembari berbagi cerita tentang cita-cita kami di masa depan." Kata Ibu sembari terhanyut dalam buaian kenangan masa lalu.
"Lalu dari mana ide ini berasal yang membuat Anda berkreasi dengan membuat roti dengan isian sayuran dan jamur ?" Tanya seorang wartawan.
"Isian ini saya buat dari bahan-bahan seadanya di dapur rumah sederhana kami. Kami dapatkan sayuran ini dari kebun belakang dan jamur dari tempat ibu bekerja." Kata Ibu tenang.
"Waaaah ... sungguh beruntung sekali adik Anda itu karena mempunyai kakak yang begitu sayang dan perhatian padanya. Sungguh kreasi yang menakjubkan." Kata wartawan pada ibu.
"Terimakasih. Ini adalah roti pertama setelah bertahun-tahun lalu tidak saya buat." Terang ibu.
"Kenapa tak Anda pasarkan saja di toko roti yang kini Anda rintis ?" Tanya salah seorang juri pria.
"Karena roti ini berisi kenangan indah masa muda yang telah saya lewatkan dengan adik saya. Bisa saya katakan, ini adalah roti milik kami. Jadi saya hanya akan membuatnya kalau ada adik saya di sini." Kata ibu sembari tersenyum manis pada kamera.
"Berarti saat ini adik Anda sedang di sini ? Bisa kenalkan kami padanya ?" Tanya wartawan pada ibu.
"Iya dia ada di sini. Tapi sayangnya dia tak bisa menemui Anda semua. Karena sifatnya yang pemalu juga kini dia sedang sakit." Kata ibu.
"Waaaah sayang sekali, ya ? Kalau boleh tahu, adiknya sakit apa ?" Tanya juri pria berjas hitam.
"Adik saya sedang amnesia. Dia kehilangan ingatannya. Dan tentu saja ingatan tentang masa-masa kami muda dulu juga ikut terhapus dari memorinya. Jadi inilah kenapa saya membuat roti ini, karena berharap ingatan yang hilang dari adik saya bisa kembali pulih." Kata ibu sembari melirik Bu Anggun.
Bu Anggun pura-pura tak mendengar. Tapi jelas terlihat sekali dia gemetar. Tangannya bergetar hebat bahkan sendok gula yang dia pegang pun terjatuh. Oh ... jadi ini jurus pamungkas yang ibu katakan ? Tapi aku kagum dengan ibu. Walau adiknya pernah ingin melenyapkan nyawanya, ibu tetap bisa menjaga reputasi Bu Anggun. Andai itu aku, pasti dengan lantang akan aku bongkar semua kejahatan Bu Anggun pada media. Mumpung para wartawan banyak berkumpul di sini.
Dan sesi paling mendebarkan pun terjadi. Proses penilaian dari juri pun berlangsung. Banyak orang yang mencicipi roti buatan ibu. Mereka penasaran dengan rasa roti yang dipanggang di atas panggangan tanah. Macam-macam reaksi orang, ada yang bilang roti jadul yang sehat. Ada yang bilang roti unik nan lezat. Bahkan tak sedikit yang membujuk ibu agar memproduksi roti isi kenangan itu di toko kami.
Dan inilah penghitungan finalnya. Jantungku berdebar-debar tak karuan. Nasib kami benar-benar bergantung dari hasil penilaian resep ketiga ini. Dan kini Pak Yusuf sudah berdiri di depan panggung. Bersiap untuk membacakan hasilnya pada kami semua. Aku menahan nafas.
"Ya ... inilah hasil perhitungan kedua babak pada hari ini. Babak pertama dengan dua resep. Hasilnya adalah Anggun Bakery memiliki poin 59 dan Fem-Nur Bakery memiliki poin 41. Sedang untuk babak kedua dengan resep roti inovatif, pemenangnya adalah Fem-Nur Bakery dengan jumlah poin 35. Jadi Anggun Bakery memiliki 15 suara. Dan untuk juara umumnya, jumlah total poin 150. Anggun Bakery mendapat total poin 74. Sedang Fem-Nur Bakery memiliki total poin 76. Dan bisa kita simpulkan bersama, kemenangan event hari ini diraih oleh Fem-Nur Bakery dengan selisih poin sangat tipis yaitu 2 poin. Sungguh persaingan yang sangat ketat ya ?" Kata Pak Yusuf takjub.
Aku dan ibu sontak berpelukan bahagia. Tak menyangka kami bisa menang dengan selisih sangat tipis itu. Tapi di babak kedua kami menang telak. Resep rahasia ibu memang luar biasa. Alhamdulilah !
~~~~
Setelah acara penyerahan hadiah, aku tak melihat batang hidung ibuku. Aku mencari ibu ke mana-mana. Tapi tak jua ku temukan. Tapi akhirnya aku melihat ibu berdiri di bawah pohon besar yang terletak cukup jauh dari area kompetisi. Dengan langkah mengendap-endap aku mendekati wilayah itu. Tampak Bu Anggun sedang berkacak pinggang membelakangi ibuku. Lalu saat dia berbalik, aku menahan nafas. Bu Anggun menangis ! Aku yang makin penasaran, merayap makin mendekat ke tempat itu.
"Sekarang kamu puas, Mbak ? Puas sudah menghancurkan aku ?" Kata Bu Anggun.
"Aku sedang tidak menghancurkanmu, Nggun. Tapi menyelamatkanmu dari apa yang bukan milikmu. Rasa serakah yang kau miliki membuatmu melewati batas. Bila kau lanjutkan kesalahanmu itu, masih pantaskah kau disebut manusia ?"
"Biar saja aku melewati batas, Mbak. Tapi ini adalah pilihan hidupku. Kau tak pernah tahu dalam hatiku. Hatiku begitu tersiksa dan terluka karena kau !" Kata Bu Anggun sembari menuding ibuku.
"Apa salahku hingga membuatmu begini ? Tak sadarkah kau, kalau kita ini saudara ? Kita berasal dari nutfah dan rahim yang sama. Kita tumbuh di atap rumah yang sama. Tapi kenapa kau mencoba mengingkarinya ?"
"Basi sekali kau ungkit soal persaudaraan kita sekarang. Andai aku bisa memilih, aku tak mau menjadi adikmu. Tak sudi aku menjadi saudaramu. Tadi kamu juga sengaja kan ? Membuat roti kenangan itu ? Sengaja memojokkanku dengan bilang kalau aku ini amnesia ! Hatimu kejam, Mbak !" Seru Bu Anggun dengan wajah seramnya.
"Justru aku melindungi reputasimu, Nggun. Aku tak membuka semua kejahatanmu."
"Halaaaah ! Aku tau kau hanya pura-pura, Mbak. Dari dulu kau selalu begitu. Pura-pura baik agar semua orang menyukaimu dan mengasingkan aku !"
"Aku tulus sayang padamu ! Aku tak bersandiwara !"
"Bohong ! Mentang-mentang kau penyakitan, ibu lebih memilih menyuruhku ke ladang. Ke kebun mencari kayu. Ke kali mengambil air dan mencuci. Sementara kau di rumah saja. Berteduh dari panas dan hujan. Sedang aku berpeluh kepanasan. Dan menggigil kedinginan karena hujan. Aku membawa dua kendi penuh berisi air, kau hanya duduk di rumah bebas mandi dan membuang air sesukamu. Aku dekil dan kotor, kau bersih dan terawat. Kau cantik bak putri raja, aku jelek bak pembantu buangan. Apa aku salah, bila meminta sedikit bagian bahagiaku ??"
Aku terduduk lemas mendengar semua penuturan Bu Anggun. Tak ku sangka dia memiliki luka mendalam di usia yang muda.
"Dan tahu apa yang membuat pertahanan terakhirku runtuh ?? Saat ibu Mas Indro Sukoco lebih memilih menjodohkanmu dengan anaknya ketimbang aku yang jelek rupa ini. Bahkan kau pun tahu, kalau aku ada rasa pada Mas Indro. Tapi apa ? Tanpa peduli sudut hatiku yang terluka, aku melihatmu tersenyum tersipu malu sembari mengangguk tanda kau terima pinangan keluarga Indro. Aku sakit, Mbak ! Alih-alih diriku yang sehat dan lincah menjadi istri Indro, kau yang pintar memasak lah yang menarik hati Indro. Tanpa mereka tahu, kau bisa memasak karena air yang ku bawa susah payah dari sungai. Kau bisa tetap berkulit bersih karena semua yang aku lakukan di ladang. Kau bisa memasak enak karena kayu bakar yang aku kumpulkan ! Kau bisa bertengger di posisi itu karena peluh keringatku ! Sekarang kau mengaku kalau kita bersaudara ?? Tak tahu diri sekali dirimu !"
Ibu langsung jatuh terpuruk. Air matanya berlinang. Bibirnya bergetar hebat. Mungkin selama ini ibuntak tahu perihal hati adiknya. Mungkin ibu berpikir adiknya baik-baik saja. Tapi diam-diam adik semata wayangnya terluka dalam hening. Badan ibu bergetar tak karuan. Antara marah,penyesalan juga kesedihan yang teramat dalam.
"Itukah kenapa kau tega berniat membunuhku ? Hingga kau tega menabrak Indro hingga dia amnesia ? Lalu tanpa ampun kau ingin menghancurkn anakku ? Lalu tanpa rasa bersalah kau hidup mewah di istana dengan resep-resep curianmu?" Kata ibu pelan sembari air mata mengalir deras.
"Ahahahaha ... asal kau tahu, aku sudah berusaha untuk main halus pada kalian. Aku mencoba berbagai cara untuk memisahkan kalian. Aku rela hidup bak budak buangan, tapi hatiku tak rela bila lelaki yang paling ku inginkan kau rebut juga. Bahkan aku pun bisa membunuh ibu Mas Indro Sukoco. Menurutku berawal dari wanita peot itulah tragedi ini terjadi. Andai dia tak berniat menjodohkan kalian, aku yakin semua tak akan menjadi seperti ini. Tapi rupanya diam-diam kalian menikah siri dan berniat pindah ke kota . Tentu saja aku makin kalap. Tapi aku tak menyangka dalam perutmu sudah ada janin dari Indro Sukoco itu. Itulah kenapa, walau aku masih ada rasa cinta pada Koco tapi aku perlakukan dia bagai anjing. Karena aku dendam padanya yang lebih memilihmu daripada aku."
Aku melongo luar biasa. Jadi ini cerita lengkap kisah piluku ? Jadi benar bila ayahku Indro Sukoco ? Jadi Pak Koco itu amnesia ? Ya Allah ... Bu Anggun sungguh mengerikan. Tapi hal mengerikan lainnya rupanya sedang terjadi. Tak jauh dari tempatku bersembunyi ternyata ada sosok lain yang berdiri di sana. Matanya memerah bak singa marah. Tangannya terkepal kuat seakan-akan menunjukkan betapa marah dan emosi dirinya. Dan dari semak tempat ku bersembunyi, aku menggigil ketakutan. Aura menakutkan dan mencekam menyelimuti area itu. Lututku bergetar saling bersentuhan saking takutnya.
~~~~BERSAMBUNG~~~~
No comments:
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya,.!
kunjungi juga ya
http://talangbunian.blogspot.com
http://ilmusedekahberbagi.blogspot.com